MAKAM SYEKH MAULANA MAGHRIBI DAN
MAKAM KI AGENG PEKALONGAN
(Sejarah Lisan dan Urgensi Pengelolaannya bagi Peningkatan
Aktivitas Sosial Keberagamaan Masyarakat Wonobodro Kecamatan Blado
Kabupaten Batang)
Diajukan untuk Memperoleh Dana Bantuan DIPA
Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (KOPERTAIS)
Wilayah X Jawa Tengah Tahun Anggaran 2012
oleh:
Muchamad fauzan
MAKAM SYEKH
MAULANA MAGHRIBI DAN MAKAM KI AGENG PEKALONGAN (Sejarah Lisan dan Urgensi
Pengelolaannya bagi Peningkatan Aktivitas Sosial Keberagamaan Masyarakat
Wonobodro Kecamatan Blado Kabupaten Batang)
Penelitian
ini dilakukan di desa
Wonobodro Kecamatan Blado Kabupaten Batang yang terdapat makam Syekh Maulana Maghribi dan makam Ki Ageng Pekalongan yang setiap harinya tak sepi dari peziarah. Dengan kondisi demikian, penelitian ini dilakukan guna meneliti/mengungkap pemahaman masyarakat terhadap profil Syekh Maulana Maghribi dan profil Ki Ageng
Pekalongan dan sejauh mana urgensi pengelolaan makam Syekh Maulana Maghribi dan
makam Ki Ageng Pekalongan bagi peningkatan sosial keberagmaan masyarakatnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode yang digunakan adalah studi lapangan (field research).
Teknis analisis datanya adalah deskripsi analisis berdasarkan hasil
wawancara, studi dokumentasi dan observasi, rekaman video, audio dan catatan
lapangan kemudian dianalisis menurut teori yang dijadikan acuan dalam
mengembangkan penelitian ini.
C.
PENDAHULUAN
Kabupaten Batang, khususnya Wonobodro, adalah sebuah desa yang
memiliki aset budaya dengan karakteristik Islami yang khas. Di desa tersebut
terdapat sejumlah situs bersejarah dengan sejarah lokalnya yang dapat menjadi
daya tarik wisata religi, yaitu beberapa makam tokoh penting dalam proses
Islamisasi di Kabupaten Batang, seperti: Makam Syekh Maulana Maghribi (SMM) dan
Makam Ki Ageng Pekalongan.
Kharisma dan kesakralan makam Syekh Maulana Maghribi dan makam Ki
Ageng Pekalongan
telah menarik perhatian umat Islam di Jawa Tengah (terutama di Ekskaresidenan
Pekalongan) untuk berziarah ke tempat tersebut.
Tradisi berziarah ke tempat
itu telah berjalan lama. Berdasarkan pengamatan awal peneliti, para peziarah
baik secara perseorangan maupun rombongan berasal dari berbagai golongan baik
dari golongan atas sampai menengah ke bawah. Pada umumnya, mereka dapat digolongkan
sebagai pemeluk Islam tradisional yang masih memiliki tradisi ziarah yang
kental dengan berbagai tujuan.
Satu hal yang menarik adalah bahwa tanpa promosi apa pun untuk
memperkenalkan dan menawarkan wisata ziarah ke Wonobodro, para peziarah yang
mengalir ke desa tersebut setiap tahun terus meningkat. Fenomena ini
menunjukkan betapa besar potensi Wonobodro sebagai desa wisata ziarah Islami.
Sebuah desa wisata ziarah apabila dikelola dengan segala kesungguhan dan
profesional akan mendatangkan kesejahteraan dari segi ekonomi dan kebanggaan
serta harga diri bagi warga masyarakatnya dari segi sosial budaya dan
kebergamaannya.
Dari sudut positif, masyarakat Wonobodro
dapat memberdayakan diri untuk memanfaatkan peluang dari arus kunjungan para
peziarah, misalnya dalam hal penyediaan kebutuhan peristirahatan, penginapan,
makanan dan minuman serta oleh-oleh bagi peziarah, tentu saja sesuai dengan
nilai-nilai pelayanan yang memuaskan, seperti keramahan, kenyamanan, kejujuran di
atas dasar tali silaturahmi sebagi muslim.
Dalam format yang lebih kecil kiranya Wonobodro juga memiliki
berbagai aset sebagai desa wisata ziarah Islami, Dengan menggugah rasa handarbeni
dari seluruh warga Wonobodro dan political will dari pemerintah
Kabupaten Batang (baik lembaga eksekutif maupun legislatif), Wonobodro dapat
dikembangkan menjadi salah satu desa wisata ziarah Islami di Kabupaten Batang,
yang mendatangkan kesejahteraan dan kebanggaan seluruh warga desa Wonobodro.
Di samping itu,
di era globalisasi ini, globalisasi telah menimbulkan begitu banyak masalah,
dengan kemajuan yang luar biasa di bidang informasi dan interaksi manusia.
Stackhouse menyebutkan adanya tiga dewa globalisasi yaitu dewa Mammon
(materialisme), Mars (perang/kekerasan) dan Eros (pornografi). Tiga dewa ini
seringkali berkolaborasi dalam kehidupan etika dan nilai-nilai kemanusiaan,
sehingga etika dan kemanusiaan pada umunya tidak bermakna lagi sebagai norma
kehidupan. Dalam hal ini, peneliti ingin mengungkap bagaimana respons masyarakat
dalam pengelolaan makam dan pengembangannnya bagi peningkatan sosial
keberagamaan untuk mengelakkan diri dari pengaruh
buruk globalisasi dengan pendampingan dari agama asli yang diyakini masyarakat.
Sejauh ini dari hasil survei, upaya-upaya untuk mengelola dan mengembangkan
wisata ziarah telah dilakukan, namun terdapat beberapa masalah yang berkaitan
dengan penyampaian informasi kesejarahan dari sebuah situs bersejarah oleh pengelola,
yang tidak lain adalah para juru kunci termasuk pemahaman masyarakat terhadap
profil makam Syekh Maulana Maghribi dan makam Ki Ageng Pekalongan. Ketika para
wisatawan (peziarah) mendatangi objek wisata (situs makam), mereka masih kurang
mendapatkan informasi kesejarahan yang memadai tentang objek wisata (situs
makam) yang dikunjungi.
Selanjutnya, yang menarik untuk ditelusuri adalah tentang keberadaan
makam Syekh Maulana Maghribi yang lebih dari satu di Kabupaten Batang. Seperti
contoh makam Syekh Maulana Maghribi. Di desa Wonobodro dan desa Ujungnegoro
Kecamatan Kandeman Kabupten Batang. Selain itu, masih ada banyak tempat
pemakaman Syekh Maulana Maghribi yang lain dan makam-makam tersebut masih
berfungsi dalam masyarakat dan didatangi para perziarah. Sebagai akibatnya,
yang muncul adalah semacam pluralitas sejarah Syekh Maulana Maghribi, terbentuk
dari cerita lisan masyarakat di daerahnya masing-masing. Dari cerita
masing-masing muncul bermacam-macam sifat tokohnya serta informasi tentang
kehidupannya yang digunakan untuk menciptakan gambaran umum Syekh Maulana
Maghribi sebagai tokoh historis. Dan sebagian masyarakat yang belum paham, maka
akan mendebatkan mana makam yang sebenarnya dan beranggapan bahwa makam-makam
Syekh Maulana Maghribi selain di Gresik adalah petilasan, yakni peninggalan jejaknya
saja bahwa beliau pernah berdakwah ke daerah tersebut.
Oleh karena itu, penggalian sejarah lisan atau folklor dalam arti
yang luas (tidak hanya cerita rakyat/masyarakat) dapat dimanfaatkan untuk pengumpulan
dan penulisan sejarah dan nilai-nilai sejarah lokal di Wonobodro. Dalam
batas-batas tertentu sumber-sumber tertulis sezaman (karya sastra babad
dan laporan perjalanan orang Portugis dan Belanda) dan keterangan dari ahli
sejarah kabupaten Batang dapat dimanfaatkan untuk mengungkap sejarah lokal di daerah
Wonobodro.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian
dilaksanakan bertujuan dalam rangka mengungkap dan mendeskripsikan pemahaman
masyarakat Wonobodro tentang sejarah makam dan profil Syekh Maulana Maghribi
dan Ki Ageng Pekalongan dan mengurai serta menggambarkan pola pengelolaan makam tersebut bagi peningkatan
sosial keberagamaan masyarakat Wonobodro.
D. RUMUSAN PERMASALAHAN
Agar
permasalahan tidak melebar dan pembatasan masalah menjadi jelas, peneliti
memfokuskan untuk mengetahui pemahaman masyarakat Wonobodro terhadap makam dan
profil Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan dan mengetahui
pengelolaan makam tersebut untuk peningkatan sosial keberagmaan masyarakat Wonobodro.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka
peneliti mengidentifikasi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.
Bagaimana
pemahaman masyarakat terhadap makam dan profil Syekh Maulana Maghribi?
2.
Bagaimana
pemahaman masyarakat terhadap makam dan profil Ki Ageng Pekalongan?
3. Apakah urgensi/makna pengelolaan makam bagi masayarakat Wonobodro?
4. Bagaimana upaya pengelolaan makam oleh masayarakat tersebut dalam
peningkatan sosial keberagamaan masyarakat Wonobodro?
E. Kerangka Konseptual
1. Situs/Makam Bersejarah dan Sejarah
Lokal sebagai Daya Tarik Wisata Religi
Situs bersejarah
merupakan tempat yang memiliki nilai sejarah. Suatu tempat dikatakan memiliki
nilai sejarah antara lain apabila: 1) di tempat itu terdapat benda atau
peninggalan bersejarah; 2) merupakan tempat kelahiran, kemangkatan, dan makam
tokoh penting; atau 3) merupakan ajang di mana peristiwa penting tertentu
terjadi (peristiwa sejarah), yang dalam disiplin sejarah disebut dengan
peristiwa pada masa lampau yang memiliki signifikansi sosial.
Menurut Abdullah (1990: 15), sejarah lokal adalah kisah pada masa
lampau dari suatu kelompok atau kelompok-kelompok masyarakat yang berada pada
“daerah geografis” yang terbatas (locality), misalnya desa, beberapa
desa, atau kecamatan Di Indonesia
sejarah lokal masih belum banyak ditulis karena keterbatasan sumber. Oleh
karena itu, sejarah lokal yang terdapat di suatu lokalitas tertentu yang
terbatas itu masih berupa kisah-kisah yang dituturkan secara lisan oleh
“pemilik sejarah” itu. Kisah-kisah tersebut merupakan memori kolektif (collective
memory) masyarakat.
Tempat bersejarah dan sejarah lokal memiliki kaitan yang erat,
karena tempat bersejarah memiliki sejarah lokal, dan sejarah lokal biasanya
muncul di tempat bersejarah. Baik tempat bersejarah maupun sejarah lokal, dalam
dunia pariwisata merupakan daya tarik wisata, karena keduanya memiliki keunikan
yang tidak terdapat di tempat lain.
MacIntosh mengatakan bahwa salah satu motivasi orang melakukan
perjalanan wisata adalah karena motivasi kultural (cultural motivation), yaitu
motivasi yang berhubungan dengan keinginan untuk melihat aspek-aspek kultural
masyarakat di lokalitas tertentu, yang antara lain mencakup: keinginan untuk
melihat benda atau peninggalan bersejarah, seperti: monumen, masjid, candi,
makam, piramid, dan adat istiadat bangsa lain, seperti: upacara adat, upacara
keagamaan, dan lain-lain (Karyono, 1997: 44-47).
2. Wonobodro Sebagai
Potensi Unggulan Wisata Religi di Kabupaten Batang
Dalam era otonomi, tuntutan untuk menggali sebesar-besarnya potensi
daerah demi kemandirian dan kesejahteraan masyarakat adalah sebuah keniscayaan.
Kemandirian daerah adalah terbangunnya sebuah jati diri daerah yang memiliki
karakteristik tertentu, yang secara ekonomis menjadi andalan dan secara
kultural menjadi kebanggaan warga daerah. Bertolak dari kerangka berpikir itu,
maka upaya-upaya untuk mencapai kemandirian daerah untuk kesejahteraan
masyarakatnya perlu dilakukan. Pariwisata merupakan salah satu bidang yang
tentunya patut untuk dipertimbangkan dalam rangka pencapaian kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat itu.
Beberapa kota wisata ziarah di dunia telah berkembang menjadi kota
yang indah, bernuansa religius, dan nyaman. Kota-kota tersebut membawa kemakmuran
dan kesejahteraan tidak hanya bagi penduduk setempat, bahkan menjadi andalan
ekonomi dan budaya bagi negara. Kota Mekkah dan Madinah telah tumbuh menjadi
kota ziarah yang dikunjungi jutaan umat Islam dari seluruh dunia. Demikian pula
halnya dengan kota Yerusalem, kota ziarah bagi umat Kristen, Yahudi, dan Islam
yang dikunjungi jutaan umat bagi ketiga agama tersebut. Serta sebuah kota
ziarah umat Katholik di Lourdes (Perancis Selatan), semula adalah kota kecil
yang terpencil, telah berkembang menjadi kota yang indah, ramai, dan makmur,
sejak kota itu menjadi tempat ziarah.
Dalam format yang lebih kecil kiranya Wonobodro juga memiliki
berbagai aset sebagai desa wisata ziarah Islami, Dengan menggugah rasa handarbeni
dari seluruh warga Wonobodro dan political will dari pemerintah
Kabupaten Batang (baik lembaga eksekutif maupun legislatif), Wonobodro dapat
dikembangkan menjadi salah satu desa wisata ziarah Islami di Kabupaten Batang,
yang mendatangkan kesejahteraan dan kebanggaan seluruh warga desa Wonobodro.
Dalam kaitan dengan pembangunan daerah, Menurut Nuryanti (1992),
bahwa daya tarik wisata situs perlu dikembangkan sesuai dengan konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan (sustainability of tourism development).
Oleh karena itu, pengembangan daya tarik wisata di Wonobodro pun perlu
memperhatikan peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
nilai-nilai agama, adat-istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakat; kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; kelangsungan usaha
itu sendiri.
3. Penggalian Sejarah Lokal dan Pemanfaatannya
untuk Penyusunan Buku
Panduan Wisata Ziarah di Wonobodro
Dalam konteks pengembangan wisata ziarah, penggalian sejarah lokal
dan nilai-nilai sejarah (historical values)
atau makna sejarah (meaning of history) yang terkandung di dalamnya
merupakan suatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini tidak lain, karena objek
wisata ziarah yang merupakan tempat bersejarah memiliki sejarah lokal dan
nilai-nilai sejarah atau makna sejarah yang penting dan menarik untuk
disampaikan kepada wisatawan sebagai salah satu bentuk pembelajaran sejarah.
Dengan pembelajaran sejarah itu, wisatawan akan lebih mengapresiasi objek-objek
wisata yang dikunjunginya.
Penggalian sejarah lokal dan nilai-nilai atau makna sejarah di
dalamnya untuk mendukung bidang pariwisata mensyaratkan adanya penelitian
sejarah dalam level tertentu sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini sejarawan
dapat mengambil peran dan memberikan sumbangan dengan melakukan kerja
profesionalnya. Penggalian itu dapat dilakukan dengan menerapkan standar
penelitian sejarah dengan metode sejarahnya, yang terdiri atas empat tahap:
heuristik (pengumpulan sumber), kritik (penilaian terhadap sumber),
interpretasi (menghubung-hubungkan fakta sejarah), dan historiografi (penulisan
sejarah).
Berbagai sumber sejarah baik lisan (sejarah dan tradisi lisan),
tertulis (sumber sezaman dan buku), visual (foto dan gambar), maupun benda
(artefak) dapat dimanfaatkan untuk kepentingan itu (Garraghan, 1957: 104-123).
Wawancara sejarah dan tradisi lisan menduduki posisi yang penting dalam
kegiatan itu, karena sejarah lokal seringkali dihadapkan pada keterbatasan
sumber-sumber tertulis.
Demikian halnya dalam penggalian sejarah dan nilai-nilai sejarah
lokal di makam Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan di Wonobodro.
Upaya-upaya itu akan menemui kendala dalam penemuan sumber-sumber tertulis
sezaman yang berupa naskah atau arsip, mengingat makam Syekh Maulana Maghribi di
Wonobodro merupakan makam seorang tokoh penyebar agama Islam di Nusantara yang
hidup pada Abad ke-17.
Oleh karena itu, folklor dalam arti yang luas (tidak hanya cerita
rakyat) dapat dimanfaatkan untuk penggalian sejarah dan nilai-nilai sejarah
lokal di Ujungnegoro dan Wonobodro. Dalam batas-batas tertentu sumber-sumber
tertulis sezaman (karya sastra babad dan laporan perjalanan orang
Portugis dan Belanda) dan karya-karya yang telah ditulis oleh para sarjana baik
Indonesia maupun asing (kebanyakan Belanda) dapat dimanfaatkan untuk mengungkap
sejarah lokal di daerah Wonobodro. Sumber visual (dokumentasi foto yang
dilakukan oleh sarjana-sarjana Belanda dan yang lebih kontemporer) dan benda
yang masih ada sampai sekarang sungguh sangat membantu dalam pengkontruksian
sejarah dan nilai-nilai sejarah lokal Wonobodro.
Oleh karena Makam
Syekh Maulana Maghribi dan makam Ki Ageng Pekalongan serta pengelolaannya merupakan
kegiatan pokok pada studi ini yaitu: menelaah pemahaman masyarkat terhadap
sejarah makam tersebut dan pengelolaannya. Sangat wajar apabila konsep penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dan sebagai akibatnya tehnik pengumpulan
data yang sesuai dengan jenis penelitian ini harus ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan persepsi, pendapat dan cerita berbagai orang di masyarakat sekitar
makam Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan. Alur itu dapat
digambarkan sebagai berikut :
Dari kerangka
pemikiran di atas sangat nampak peran tehnik ini, yaitu digunakan untuk
mendorong pembicaraan mengenai rumusan masalah/topik penelitian dan juga untuk
membandingkan pengetahuan serta pendapat para informan dalam rangka mencapai
tujuan penelitian. Selain itu, tehnik ini digunakan untuk menentukan para
informan mana yang dapat menjadi informan utama.
F.
Metodologi
Penelitian
1.
Pendekatan
Penelitian dan Jenis Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
yang digunakan adalah studi lapangan
(field research).
2.
Populasi,
Sampel, dan Sumber Informasi
Populasi yang menjadi para informan utama penelitian ini termasuk
masyarakat desa Wonobodro kecamatan Blado Kabupaten Batang. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan ‘Snowball Sampling’, yaitu, ada beberapa
informan kunci yang diidentifikasi. Orang- orang tersebut kemudian
memperkenalkan orang lain yang dianggap
dapat menjadi informan yang cocok. Kriteria yang digunakan untuk memilih
para informan antara lain:
·
Asal
seorang informan (yaitu dari Desa Wonobodro).
·
Pengetahuan
seorang informan terhadap makam atau tokoh Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng
Pekalongan
·
Pengalaman
seorang informan berziarah ke makam Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng
Pekalongan.
Informan kunci penelitian ini termasuk Juru Kunci makam Syekh Maulana
Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan dan keluarganya, serta seorang tokoh penting
dalam masyarakat di Ekskaresidenan Pekalongan.
Informan penelitian ini termasuk beberapa orang dengan berbagai
usia dan tingkat pendidikan, baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu,
kebanyakan informan merupakan orang ‘asli Wonobodro’ dan beragama Islam. Faktor
terpenting adalah pengetahuan dan pengalaman para informan terhadap makam dan
tokoh Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan. Jadi sifat dan faktor
lain tidak diutamakan.
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan sebagai
akibatnya tehnik pengumpulan data yang sesuai dengan jenis penelitian tersebut
yang digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan persepsi, pendapat dan cerita berbagai
orang di masyarakat sekitar makam Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng
Pekalongan. Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut.:
a.
Focus
Group Discussion Technique (FGDT): Tehnik ini digunakan untuk mendorong
pembicaraan mengenai topik penelitian dan juga untuk membandingkan pengetahuan
serta pendapat para informan. Selain itu, tehnik ini digunakan untuk menentukan
para informan mana yang dapat menjadi informan utama.
b.
Wawancara:
Wawancara yang semi-struktural juga menjadi tehnik pengumpulan data pokok dalam
penelitian ini. Para informan diwawancarai secara semi-struktural, dimana
daftar pertanyaan umum digunakan sebagai kerangka tetapi tidak diikuti secara
ketat. Biasanya informan yang diwawancarai merupakan seseorang informan yang
ikut dan berpartisipasi aktif dalam suatu ‘Focus Group Discussion’, kemudian mereka diwawancarai sendirian dan
secara mendalam. Oleh karena itu, dalam kasus tersebut adakaitan antara tehnik
FGD dan wawncara. Selain itu juga ada para informan yang diwawancarai tetapi
tidak berpartisipasi dalam Focus Group Discussion padahal mereka
direkomendasikan oleh informan lain.
c.
Observasi
Partisipasi/Catatan Lapangan: Dari tindakan menetap di wilayah penelitian
selama periode penelitian tujuannya adalah berkesempatan mengamati kehidupan
sehari-hari responden dan masyarakat desa Wonobodro. Sambil bergaul dengan
orang setempat dan menyesuaikan diri dengan masyarakat tersebut, sebagai
peneliti sebuah pengetahuan umum
mengenai hal-hal seperti nilai, pendapat dan kebiasaan (kondisi sosial
keberagamaan) orang di wilayah penelitian dapat dikembangkan.Yang terutama
diamati adalah hubungan sehari-hari orang dengan makam Syekh Maulana Maghribi
dan Ki Ageng Pekalongan. termasuk pembicaraan orang tentang makamnya serta
keadaan dan peristiwa di tempat makam.
4.
Tehnik
Analisa Data
Data penelitian ini akan dianalisa secara deksriptif dan bertujuan
untuk menemukan cerita lisan masyarakat Wonobodro mengenai baik tokoh maupun
makam Syekh Maulana Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan.. Kemudian unsur-unsur yang mempengaruhi
penciptaan ceritanya akan dianalisa,
termasuk dampak budaya dalam hal ini kondisi sosial keberagamaan
masyarakat Wonobodro..
G.
Desain Penelitian
Sesuai semangat FGDT, langkah-langkah penelitian dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut.
a. Persiapan penelitian.
Seluruh instrumen program penelitian ini digali, dikembangkankan sesuai rumusan
permasalahan oleh peneliti
b. Tahapan upaya
pengembangan potensi, Mengumpulkan para pengurus makam SMM secara terjadwal dalam FGD untuk menyimak pengarahan dari peneliti.
Pengarahan dilakukan dalam rangka menentukan sampel sebagai informan kunci melalui
FGD dan orang-orang tersebut akan mengarahkan/mengenalkan kepada informan kunci
lainnya yang dianggap mampu memberikan data.
c. Tahapan penanganan
isu dan alternatif solusi permasalahan. FGD dilakukan untuk mengumpulkan bahan sejarah melalui wawancara
kepada para juru kunci, ahli sejarah yang mengerti sejarah Syekh Maulana
Maghribi dan Ki Ageng Pekalongan dan penggalian sumber sejarah dari buku-buku
terkait.
d. Tahapan rencana
implementasi, kontrol, serta monitoring dan analisis. Peneliti mengumpulkan,
mengorganisasikan, mengonsep, menganalisis bahan sejarah berdasarkan hasil
wawancara kepada para juru kunci dan penggalian sumber sejarah dari buku-buku
terkait.
e. Tahapan Penyajian. Setelah peneliti mengumpulkan,
mengorganisasikan, mengonsep, menganalisis bahan sejarah berdasarkan hasil
wawancara kepada para juru kunci dan penggalian sumber sejarah dari buku-buku
terkait, kemudian menyusunnya dalam sebuah laporan penelitian.
No
|
Kegiatan
|
Minggu Ke-
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
1
|
Penyusunan
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Penyusunan
instrument
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Judgement
Instrument
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Pengumpulan data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengolahan data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Validasi Internal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Analisis akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Penyajian laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Pengiriman Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
I.
Anggaran Dana
Dana yang dibutuhkan
dalam program ini sebesar Rp. 8.920.000,00 (delapan juta Sembilan ratus dua puluh ribu rupiah)
untuk tiga bulan penelitan. Adapun rinciannya dapat dilihat pada bagian di
bawah ini.
No
|
Deskripsi
|
Satuan
|
Jml
|
Vol
|
Harga satuan
|
Jumlah
|
1
|
HONOR PENELITI
Peneliti
|
Per orang
|
1
|
1
|
2.500.000
|
2.500.000
|
2
|
KESEKRETARIATAN
1.Bahan Habis Pakai
a. Kertas HVS A4 80gr
b.Cartidge BC
Canon
c.Ballpoint
d.Stopmap
e. Kertas katon
|
Rim
Buah
Lusin
Lusin
Lusin
|
8
2
3
1
5
|
2
1
2
5
|
40.000
400.000
15.000
2.000
2.000
|
640.000
800.000
90.000
10.000
10.000
|
3
|
Biaya Hidup Selama
Pertemuan FGD
|
Org/keg
|
1
|
3
|
200.000
|
600.000
|
4
|
Konsumsi Pertemuan/FGD
|
Kegiatan
|
1
|
3
|
750.000
|
2.250.000
|
5
|
Laporan/publikasi
1.Review Hasil
Penelitian
2.Diskusi hasil Penelitian
3.Penyusunan Draf
laporan
4. Penggandaan Draf Laporan
|
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Exlempar
|
|
1
2
1
5
|
300.000
300.000
750.000
75.000
|
300.000
600.000
750.000
375.000
|
|
Jumlah Total
|
|
|
|
|
8.920.000
|
Abdullah, Taufik.
1990. “Di Sekitar Sejarah Lokal di Indonesia”, dalam Taufik Abdullah, ed.. Sejarah Lokal
di Indonesia: Kumpulan Tulisan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Garraghan, Gilbert
J.. 1957. A
Guide to Historical Method. New York: Fordham University Press.
Kartodirdjo,
Sartono. 1986. “Suatu Tinjauan Fenomenologis tentang Folklore Jawa”, dalam
Soedarsono, ed.. Kesenian, Bahasa, dan Folklore Jawa. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karyono, A. Hari.
1997. Kepariwisataan.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nuryanti, Wiendu.
1992. “Pariwisata dalam Masyarakat Tradisional”. Makalah pada Program Pelatihan
Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta.
Pendit, Nyoman S..
1990. Ilmu
Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.
PAR: Penelitian Yang
Terfokus Pada Masyarakat. 2008. Harian Borneo
Tribune, Edisi Minggu 28 Desember 2008.