Selamat Datang di Blog Si Bejo - You deserve to get the best things in life

Saturday 3 December 2011

Monday 21 November 2011

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN DASAR MASA DEPAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM BAGI PENINGKATAN KUALITAS MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN DASAR
MASA DEPAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
BAGI PENINGKATAN KUALITAS MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
Oleh :
Muchamad Fauzan

Abstrak
Pembahasan ini difokuskan pada pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar masa depan dilihat dari perspektif pendidikan Islam dan manfaatnya bagi peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Esensi pendidikan dasar adalah sangat berkaitan dengan hak azasi manusia untuk pengembangan dirinya di masa depan dan bekal dasar untuk hidup layak dalam masyarakat di manapun di dunia ini. Dari hal ini, tugas dan tanggung jawab guru pendidikan dasar menjadi sangat krusial di era globalisasi karena hanya guru yang berkompetenlah tugas dan tanggung jawab meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dapat dilaksanakan. Sementara itu, dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah waritsat al-anbiya” mengemban misi “rahmat li al-‘alamin”, seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatun khasanah”. Dengan demikian, program pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar harus memperhatikan tujuan, esesnsi, dan karakteristik pendidikan dasar, potensi dominan peserta didik pendidikan dasar serta tanggung jawab guru pendidikan dasar sehingga program kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dapat mendukung peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Kata Kunci: Kompetensi Guru, Pendidikan Dasar.

A.    Pendahuluan
Salah satu tolok ukur kemajuan suatu negara adalah pendidikan. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV disebutkan, salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat serta globalisasi dewasa ini berdampak positif dan negatif terhadap kehidupan masyarakat, baik secara kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan. Dampak positif dari perkembangan iptek dan globalisasi tersebut adalah terbukanya peluang pasar kerja sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan negara. Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya perubahan nilai dan norma kehidupan yang seringkali kontradiksi dengan norma dan nilai kehidupan yang telah ada di masyarakat seperti munculnya sikap eksklusivisme, sikap permisivisme, dan sikap sekularisme. Dalam konteks inilah pendidikan berperan sangat penting untuk memelihara dan melindungi norma dan nilai kehidupan positif yang telah ada di masyarakat suatu negara dari pengaruh negatif perkembangan iptek dan globalisasi. Proses pendidikan yang benar dan bermutu memberikan bekal dan kekuatan untuk memelihara ”jatidiri” dari pengaruh negatif globaliasasi, bukan hanya untuk kepentingan individu peserta didik, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Di sisi lain, upaya yang dilakukan mengiringi tujuan tujuan tersebut masih sangat jauh dari ketercapaian maksimal. Secara kuantitatif hal ini terbukti dengan prestasi pendidikan Indonesia yang masih rendah dibanding dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia. Meskipun secara kualitas perkembangan pendidikan di Indonesia cukup mengalami lompatan yang tinggi sehingga dapat bersaing di dunia Internasional
Terkait dengan rendahnya predikat pendidikan kita secara Internasional, menurut Iim Wasliman (2007:14) terdapat 5 (lima) persoalan mendasar yakni:  1). Pemerataan pendidikan, 2). Mutu, 3). Relevansi, 4). Efisiensi, dan 5) Manajemen. Rendahnya rangking pendidikan Indonesia secara Internasional berkait dengan mutu pendidikan yang ada. Rendahnya mutu secara inheren berhubungan dengan rendahnya kualitas guru yang mengajar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2003 menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan seperti yang disyaratkan. Untuk jenjang SD/MI/SDLB yang mensyaratkan guru memiliki kualifikasi minimal lulus Diploma II ternyata baru memiliki sekitar 60 persen guru dengan kualifikasi tersebut. Untuk jenjang SMP/MTs keadaannya lebih baik dengan 75 persen guru lulus Diploma III atau lebih. Sementara itu jenjang sekolah menengah telah memiliki 82 persen guru yang memiliki pendidikan sarjana atau lebih. Apabila ditelaah lebih lanjut diketahui bahwa masih cukup banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang bidang ilmu yang dimiliki. Untuk jenjang SMP/MTs masih terdapat 16,6 persen guru yang tidak sesuai latar belakang pendidikannya (Wasliman, 2007:139).
Penggambaran keadaan itu merupakan fakta yang bukan sepenuhnya merupakan kesalahan guru sebagai individu. Karena, rasanya kurang adil dan tidak bijak kita terus menuding permasalahan rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini dominan disebabkan oleh guru. Kualitas pendidikan ditentukan oleh sebuah sistem yang didukung banyak bagian dari kebijakan yang cerdas dan berpihak pada rakyat, juga implementasi pendidikan yang memenuhi kualifikasi dan prasyarat yang memadai.
Secara umum banyak faktor yang terkait dengan kualitas guru-guru pendidikan dasar termasuk rendahnya penghargaan, rendahnya akses pengembangan diri akibat isolasi wilayah selalu berhubungan dengan rendahnya  kompetensi yang dimiliki guru sebagai seorang pendidik. Harus diakui bahwa diantara sejumlah permasalahan yang berkait persoalan kompetensi personal guru sebagai guru atau profesionalisme keguruan adalah faktor paling urgen yang akan mempengaruhi proses pembelajaran yang pada gilirannya akan mempengaruhi output pendidikan. Jadi, penyelenggaraan pendidikan masa depan, baik pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi, seperti tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus memastikan bahwa pendidikan adalah sebuah bangun yang mesti melibatkan semua elemen baik pemerintah, masyarakat dan tentu saja sekolah/madrasah.
Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dan mengembangkan pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat perlu kerangka acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan pendidikan dasar yang mengakomodasikan berbagai pandangan tentang pengembangan kompetensi guru yang sadar akan esensi dan fungsi pendidikan dasar secara selektif, sehingga terdapat keterpaduan dalam pengembangan konsep pembelajaran yang dilaksanakan.
Mengacu pada paparan di atas maka salah satu fokus kajiannya adalah: Bagaimana upaya pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar masa depan dalam perspektif pendidikan Islam bagi peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Degan demikian, tulisan ini akan bermanfaat untuk mengembangkan pemikiran tentang pentingnya penguatan kompetensi guru pendidikan dasar masa depan, menambahkan masukan penguatan tentang tulisan terdahulu akan pentingnya peningkatan kompetensi guru pendidikan dasar baik guru yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun di lingkungan Kementerian Agama, dan turut memperkaya jajaran pemikiran yang terkait dengan kompetensi guru pendidikan dasar.

B.     Kompetensi Guru
Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Studi tentang pendidikan guru di akhir abad ke 20 dan awal abad 21 menunjukkan fenomena yang semakin kuat menempatkan guru sebagai tenaga profesi. Kondisi nyata ini menempatkan guru sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai pekerjaan (vokasional) biasa yang memerlukan pendidikan tertentu. Kedudukan seperti ini setidaknya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan eksternal. Secara internal, terjadi penguatan dalam kedudukan sosial, proteksi jabatan, penghasilan dan status hukum. Sebagai implikasi posisi ini, maka secara eksternal terjadi harapan dan tuntutan kualitas profesi keguruan, yang tidak hanya diukur berdasarkan kriteria lembaga penghasil tenaga kependidikan (LPTK), tetapi juga menurut kriteria pengguna (user) antara lain asosiasi profesi, masyarakat dan lembaga yang mengangkat dan memberikan penghasilan.
Kompetensi adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris yakni competence artinya adalah kecakapan atau kemampuan. Adapun, istilah kemampuan sendiri mempunyai banyak makna, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:584) kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Broke and Stone dalam (Wasliman, 2007:113) menjelaskan bahwa kemampuan merupakan gambaran hakikat kua­litatif dari prilaku guru atau tenaga kependidikan yang nampak sangat berarti.
Sedangkan kata guru (dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harfiahnya adalah “berat”) adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2004, tentang Guru dan Dosen, pada Bab I pasal 1 ayat 1 disebutkan: guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dengan demikian, kompetensi guru adalah kemampuan atau kecakapan yang harus dimiliki seorang pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
                                                                    
C.    Pendidikan Dasar; Esensi dan Karakteristik
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk memanusiakan manusia. Demikian halnya pendidikan dasar diharapkan mampu membina kepribadian manusia, baik untuk tujuan akhir maupun tujuan-tujuan yang terdekat.
Dewasa ini pendidikan dasar di dunia dapat kita pisahkan menjadi dua kelompok berdasarkan “kualitas pendidikan”, yaitu: a) kelompok negara industri dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta pengetahuan dan keterampilan yang tersedia, dan b) kelompok negara sedang berkembang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah.
Menurut Saud (2007: 1116) agar pendidikan dasar dapat terhindar dari pemisahan “kualitas pendidikan” yang membagi dunia menjadi 2 (dua) kelompok tersebut, pendidikan dasar perlu memperbaiki defisit pengetahuan di negara berkembang atau terbelakang dengan mendefinisikan keterampilan kognitif dan efektif yang perlu dikembangkan, serta sosok pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik melalui pendidikan dasar, maka mungkin para ahli pendidikan dapat memberikan jaminan bahwa semua anak usia pendidikan dasar, baik yang ada di negara industri maupun di negara berkembang dapat mencapai tingkat kemampuan minimal dalam bidang-bidang keterampilan kognitif.
Lebih jauh, Delors dalam (Saud, 1996:1115) memaparkan bahwa Komisi Pendidikan untuk Abad ke-21 melihat pendidikan dasar masa depan merupakan sebuah “paspor” untuk hidup. Pendidikan dasar untuk anak dibataskan sebagai pendidikan awal (formal atau nonformal) yang pada prinsipnya berlangsung dari dari usia sekitar 3 (tiga) tahun sampai dengan sekurang-kurangnya berusia 12 sampai 15 tahun. Komisi Pendidikan untuk Abad 21 mengutip Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All, Pasal 1 Ayat 1 sebagai berikut:
Setiap orang – anak, remaja, orang dewasa – akan dapat memperoleh keuntungan dari kesempatan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan belajar yang pokok. Keuntungan ini terdiri atas alat belajar yang pokok (seperti: melek huruf, ekspresi lisan, berhitung, dan pemecahan masalah) dan isi belajar yang pokok (seperti: pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap) yang diperlukan oleh manusia untuk dapat bertahan hidup, mengembangkan kemampuan mereka secara penuh, hidup dan bekerja dengan bermartabat, berpatisipasi secara penuh dalam pembangunan, meningkatkan mutu kehidupan mereka, membuat keputusan yang terinformasi, dan terus menerus belajar.

Dari penjelasan Saud di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dasar sangat berkaitan dengan hak azasi manusia, yaitu:
(1)   Pendidikan dasar merupakan sebuah “paspor” untuk memfasilitasi kehidupan yang berkualitas bagi peserta didik dimanapun di bumi ini (worldwide pasport).
(2)   Pendidikan dasar yang bermutu merupakan hak azasi semua kelompok peserta didik tanpa membedakan gender, ras, status sosial, dan negara  (education for all).
Praktek Pendidikan Dasar di Indonesia
Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) atau satuan pendidikan yang sederajat sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 17 sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 
(2)  Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Selanjutnya, upaya perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan dasar di Indonesia telah dilaksanakan secara formal sejak tahun 1984 untuk tingkat SD/MI, dilanjutkan pada tahun 1994 untuk pendidikan dasar 9 tahun. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak usia 6–15 tahun. Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994, dan pelaksanaannya dimulai tahun ajaran 1994/1995. Program Wajar Dikdas 9 Tahun bukanlah wajib belajar dalam arti compulsory education yang dilaksanakan di negara-negara maju yang mempunyai ciri-ciri: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah; (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar; (3) tolok ukur keberhasilan wajib belajar adalah tidak ada orang tua yang terkena sanksi, karena telah mendorong anaknya tidak bersekolah; dan (4) ada sanksi bagi orangtua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun di Indonesia lebih merupakan universal education daripada compulsory education. Universal education berusaha membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua agar anak yang telah cukup umur mengikuti pendidikan. Dengan demikian, program Wajar Dikdas 9 tahun di Indonesia lebih mengutamakan: (1) pendekatan persuasive; (2) tanggung jawab moral orang tua dan peserta didik agar merasa terpanggil untuk mengikuti pendidikan karena berbagai kemudahan yang disediakan; (3) pengaturan tidak dengan undang-undang khusus; dan (4) penggunaan ukuran keberhasilan yang bersifat makro, yaitu peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar (Saud, 2007:1117).
Berikutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dikemukakan pendidikan dasar diselenggarakan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
Peraturan Pemerintah di atas secara implisit menggariskan bahwa tujuan pendidikan dasar sesungguhnya adalah membentuk peserta didik menjadi insan dengan kepribadian yang utuh. Apabila kita kaitkan dengan konsep pendidikan Islam jelas sekali relevansi dan persesuaiannya karena tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berkepribadian muslim, yaitu manusia yang dapat mengemban tanggung jawab sebagai Abd/hamba Allah (Q.S. Al-Zhariat:56) dan khalifah fi al-Ardh/Pemakmur Bumi (Q. S. Al-Baqarah:30)

D.    Kompetensi Guru Pendidikan Dasar
Berbicara tentang kompetensi guru pendidikan dasar, maka terarah pada kompetensi yang harus dimiliki guru SD/MI dan guru SMP/MI. Dimensi kompetensi yang dibutuhkan guru SD/MI dan guru SMP/MTs adalah dimensi (1) pedagogik, (2) profesional, (3) kepribadian, dan (4) sosial, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2004, tentang Guru dan Dosen, pada Bab IV yaitu:
1.      pasal 8: “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.      Pasal 9: “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.”, dan
3.      Pasal 10: “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Keempat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru pendidikan dasar di atas terintegrasi dalam kinerja guru. Dengan kata lain, kompetensi tersebut harus melekat pada diri guru agar profesi keguruan yang diembannya benar-benar dapat terlaksana secara profesional. Berikut ini akan diuraikan dimensi-dimensi kompetensi tersebut.
1.      Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.  Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
2.      Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Penguasaan materi pelajaran/bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa. Pada tingkat Sekolah Dasar dibutuhkan adanya penguasaan materi 5 mata pelajaran sedang pada tingkat pendidikan SLTP dan SLTA dibutuhkan pengembangan mata pelajaran secara optimal.  
Surya dalam (Wasliman, 2007:120) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/ perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).
4.      Kompetensi Sosial
Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Sementara itu, Joni (2007:4) menggambarkan sosok utuh kompetensi guru profesional versi Undang-undang Guru dan Dosen masih terjadi fragmentasi karena keempat bidang kompetensi yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional itu terposisikan ortogonal satu sama lain, akibat dipisahkannya kemampuan menyelenggarakan pembelajaran yang diletakkan sebagai bagian dari kompetensi pedagogik, sementara penguasaan materi pembelajaran diletakkan sebagai bagian dari kompetensi profesional. Joni menggambarkan, fragmentasi kompetensi guru profesional seperti pada bagan di bawah ini.
 Gambar 1. Kompetensi Guru Profesional
 Lebih jauh lagi terkait dengan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar Depdiknas menetapkan 12 keterampilan dasar yang harus dimiliki yakni: 1) keterampilan membuka pelajaran, 2) menyajikan materi, 3)menggunakan media dan metoda, 4) menggunakan alat peraga, 5) menggunakan bahasa yang komunikatif, 6) memotivasi siswa, 7) mengorganisasi kegiatan, 8) berinteraksi dengan siswa  secara komunikatif, 9)menyimpulkan pelajaran, 10) memberikan umpan balik, 11) melaksanakan penilaian dan 12) menggunakan waktu (Sukma, 2007:12).
Selanjutnya, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam (Anita, 2008:5) menjadi guru tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi persyaratan seperti: 1) bertakwa kepada Allah SWT, 2) Berilmu, 3) Sehat jasmani, dan 4) Berkelakuan baik. Lalu, Uzer Usman dalam (Wasliman, 2007:106) menjelaskan bahwa tugas dan tanggung jawab guru pendidikan dasar sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Selain itu, Situasi yang dibangun guru pendidikan dasar dalam pembelajaran haru menarik siswa sehingga akan membangun, membina  dan mempercepat proses transfer ilmu dan nilai pada siswa. 
Berikutnya, Danim (2003:198) menjelaskan bahwa tugas guru sebagai pendidik berspektrum luas tidak hanya memerankan fungsi sebagai subjek yang mentransfer pengetahuan, melainkan melakukan tugas-tugas sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.
Demikian pula dalam kaca mata pendidikan Islam, guru memiliki beberapa tugas seperti yang telah dilakukan para nabi dan pengikutnya sebagaimana tergambar dalam surat Al-Imran: 79, diantaranya:
1)      Fungsi penyucian : artinya seorang guru berfungsi pembersih diri, pemelihara diri, pengembang, serta pemelihara fitrah manusia.
2)      Fungsi pengajaran : artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari (Nahlawi 1995 : 170).
Lebih lanjut, Khobir (2009:100) memaparkan bahawa pendidik bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik dalam rangka mencapai kedewasaan agar mampu melaksanakan tugasnya sebagai abd allah dan khalifah fil ardh.
Dari uraian di atas, dapat dimengerti bahwa hanya guru yang berkompetenlah peran dan fungsi guru tersebut dapat dilaksanakan. Sebagaimana Ramayulis (2004: 84) menjelaskan bahwa keberadaan guru dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya menginternalisasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut untuk menyucikan fitrah anak didik dengan mentransformasikan nilai-nilai (value).
Oleh karenanya diperlukan upaya-upaya pemerintah untuk membuat arah dan kebijakan pendidikan terkait dengan pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar masa depan. Salah satu upaya tersebut adalah mengembangkan arah dan kebijakan pendidikan terkait dengan pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar masa depan untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang memanusiakan, mendidik, dan mendamaikan dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang seutuhnya yang akan diuraikan pada bagian berikutnya.

E.     Keterkaitan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar dengan Keberhasilan Proses Kependidikan
Pendidik adalah manusia biasa dengan segala keterbatasannya. Masalahnya ialah: adakah keterbatasan pendidik yang dapat ditolerir dan adakah yang tidak dapat ditolerir?
Menurut Yusuf (2007:28) menjelaskan bahwa keterbatasan pendidik yang tidak dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, seperti:
a)    pendidik yang amat ditakuti oleh peserta didiknya sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya.
b)    pendidik sama sekali tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksinya dengan peserta didik. Jika “pendidik” seperti ini berinteraksi dengan peserta didik maka yang akan terjadi ialah kekosongan dan mungkin suasana kebingunganlah yang akan menguasai interaksi itu.
c)    “Pendidik” yang tidak bermoral pada umumnya juga dianggap memiliki keterbatasan yang tidak dapat ditolerir, sebab pada dasarnya pendidikan adalah usaha yang dilandasi oleh moral.
Sedangkan, keterbatasan-keterbatasan yang sifatnya relatif pada umumnya masih dapat ditolerir, dengan catatan bahwa si pendidik yang bersangkutan selalu berusaha mengurangi keterbatasan yang dialaminya itu, misalnya:
a)    kekurangan pengetahuan dalam hal isi pelajaran yang akan diajarkan. Kekurangan ini bersifat relatif dan akan segera dapat diatasi bila pendidik yang bersangkutan mau berusaha menambah pengetahuan.
b)    Kekurangan dalam hal pemakaian peralatan juga sifatnya relatif yang akan dapat ditanggulangi kalau pendidik yang bersangkutan mau meningkatkan diri.
Dalam keadaan seperti ini salah satu hal yang amat penting dan harus ada pada diri pendidik ialah kemauan untuk selalu meningkatkan diri demi pengembangan usaha pendidikan. Jika kemauan ini tidak ada (sedangkan pada diri pendidik itu terdapat berbagai kekurangan) maka hal itu dapat dianggap sebagai keterbatasan yang tidak dapat ditolerir.
Bagaimanapun juga setiap keterbatasan pada diri pendidik dapat memberikan pengaruh kepada proses dan hasil usaha pendidikan yang dijalankannya. Proses kependidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi pe­serta didik secara optimal, yang memungkinkan peserta didik dapat mencapai tujuan yang diharapkan, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Pendidik tidak boleh tenggelam di dalam keterbatasannya, namun hendaknya berjuang mengatasi keterbatasannya itu dalam mengembangkan usaha-usaha pendidikan demi peserta didik
Adapun kemampuan guru pendidikan dasar dalam proses kependidikan dapat dirasakan dan dipantau oleh peserta didik dalam bentuk‑bentuk antara lain:
a)    Peserta didik dapat mengikuti penyajian guru.
b)    Penyajian bahan tidak terlalu cepat.
c)    Contoh‑contoh dan soal‑soal latihan diberikan, secara cukup.
d)    Guru membantu peserta didik mengingat pelajaran‑pelajaran yang pernah diperoleh, dan guru mengerti serta mengenal masalah bela­jar peserta didik.
e)    Guru berusaha menjawab pertanyaan peserta didik seandainya peserta didik belum mengerti.
f)     Guru membahas soal‑soal latihan/tes yang tidak dapat dipecahkan oleh peserta didik (Wasliman, 2007:124)
Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik tidak akan dapat memberikan pendidikan yang baik apabila ia sendiri tidak memperhatikan dirinya sendiri (Q.S Al-Imran:79) dan pendidik harus mempunyai watak kemanusiaan dalam proses kependidikan (Q.S. At-Taubah:128).
Dari uraian di atas jelaslah diharapkan agar upaya yang dilakukan guru pendidikan dasar seperti langkah‑langkah tersebut sehingga dapat membantu peserta didik mengikuti proses kependidikan dengan baik. Dan semakin jelaslah bahwa faktor kemampuan sangat penting dimiliki oleh setiap guru pendidikan dasar dalam proses kependidikan, karena semakin tinggi kemampuan guru dalam melaksanakan proses kepen­didikan, diduga makin tinggi pula prestasi belajar yang dicapainya.
F.     Permasalahan Guru Pendidikan Dasar
Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan guru sebagaimana dijelaskan di atas, seringkali dihadapi berbagai permasalahan yang dapat menghambat, perwujudannya. Banyak temuan penelitian yang menyebutkan bahwa di Indonesia masih  banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan seperti yang disyaratkan dan imbasnya dirasakan rendahnya kompetensi dan kualitas guru. Rusyan (1993:246-249) menjelaskan bahwa rendahnya kompetensi dan kualitas guru sering disebabkan oleh:
a.       Kurangnya respon  terhadap upaya pembaharuan
Sikap ini  muncul akibat guru sudah terbiasa melaksanakan tugas sebagaimana yang dilaksanakan secara turun temurun. Cenderung tradisional, konservatif dalam setiap tindakan pengajaran yang dilaksanakan.
b.      Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan
Lemahnya motivasi untuk meningkatkan kemampuan ini berkait dengan sejumlah aspek lain seperti kurangnya animo untuk berkembang, lemahnya penghargaan yang diberikan, berada di wilayah yang sullit dijangkau dan lain sebagainya.
c.       Ketidakpedulian Terhadap Berbagai Perkembangan
Sikap konservatif mempunyai kaitannya dengan sikap tidak berpeduli terhadap berbagai perkembangan dan kemajuan dalam dunia pendidikan.
d.      Kurangnya sarana  dan prasarana pendukung
Sarana dan prasaran merupakan hal mutlak yang harus ada jika akan melaksanakan sesuatu. Sarana dan prasarana pengajaran yang terbatas juga akan berdampak pada lemah dan kurangnya kemauan guru untuk melaksanakan sejumlah inovasi dalam pembelajaran. Kendati terdapat guru yang cukup berkualitas tetapi tidak didukung oleh sarana dan prasarana maka kualitas guru tersebut akan terpendam saja dan tidak termanfaatkan.

G.    Pengembangan Kompetensi Guru Pendidikan Dasar Masa Depan dalam Perspektif Pendidikan Islam bagi Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia Seutuhnya
Peningkatan kompetensi guru merupakan satu hal yang harus diupayakan karena berkaitan dengan profesionalisme guru untuk dapat menjalankan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien.
Sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan kompetensi guru tersebut dapat diminimalisir. Menurut Rusyan (1993:250), permasalahan yang dihadapi dalam meningkat­kan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu permasalahan yang ada di dalam diri guru itu sendiri dan permasalahan yang ada di luar diri. Upaya mengatasi per­masalahan‑permasalahan tersebut diantaranya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas para guru di lapangan, seperti:
a.       Menumbuhkan kreatifitas Guru
Menumbuhkan kreatifitass guru dapat dilaksanakan dengan membangun kondisi yang mendukung terhadap tumbuhnya kreatifitas.
b.      Penataran dan Lokakarya
Kegiatan penataran dan lokakarya dengan mengikutsertakan guru adalah salah satu bentuk pengayaan yang dapat meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan guru di sekolah nantinya.
c.       Supervisi
Kegiatan supervisi  bertujuan untuk meningkatkan  kemampuan dalam proses belajar mengajar melalui supervisi pada kegiatan belajar-mengajar.
d.      Pengajaran mikro
Pengajaran mikro secara praktek untuk melatih kemampuan melaksanakan proses belajar-mengajar. Kegiatan ini apat dilaksanakan oleh sejumlah guru. Pengajaran mikro dapat membantu guru untuk saling memberi masukan dalam teknik dan gaya dalam pengajaran.
Selain beberapa kegiatan yang dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan kompetensi diatas terdapat beberapa hal lain yang mesti diperhatikan untuk menjadikan guru dapat benar-benar tampil secara profesional. Merujuk pendapat Fasli Jalal (2006: 31-32) beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan mutu guru, antara lain:
  1. Memfasilitasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru untuk menghasilkan karya ilmiah;
  2. Profesionalisme guru di sekolah melalui peningkatan peran dewan guru;
  3. Meningkatkan peran KKG dan MGMP sebagai asosiasi yang didukung oleh KKKS dan MKKS serta KKPS dan MKPS melalui program Block Grant;
  4. Mengadakan pertemuan-pertemuan ilmiah yang dilaksanakan: dari, oleh dan untuk guru: mulai dari jurnal semi ilmiah menuju jurnal ilmiah sampai pada forum ilmiah guru (provinsi sampai nasional)
  5. Meningkatkan peran asosiasi profesi guru mata pelajaran, kepala sekolah dan pengawas untuk meningkatkan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan.
  6. Tunjangan fungsional baik untuk guru negeri maupun swasta, baik sekolah umum maupun madrasah;
  7. Dukungan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum    S-1/D-IV;
  8. Menyediakan biaya uji sertifikasi bagi guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-1;
  9. Menyiapkan tunjangan profesi bagi guru yang sudah mendapat sertifikasi kompetensi;
  10. Menyediakan tunjangan khusus bagi guru di daerah-daerah khusus, termasuk guru di daerah terpencil.
Lebih rinci lagi, Joni (2007:8) menawarkan perlu dilakukan pemulihan serta peningkatan kapasitas LPTK agar dapat mengemban misi penyelenggaraan Program Pendidikan Guru Profesional. Pemulihan itu dapat dilakukan dengan penataan ulang peletakan pada tataran subkompetensi sebagaimana bisa dilacak melalui sistem penomoran yang diberikan oleh Kepala BSNP yang sudah ada, maka dari 4 bidang kompetensi yang semula terposisikan ortogonal satu sama lain itu, akan terbangun Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru yang koheren, sebagaimana yang lazim dipahami di kalangan Pendidikan Profesional Guru. Sebagaimana dapat dilihat dalam tampilan grafis di bawah ini.
            Gambar 2. Sosok Utuh Kompetensi Profesional Guru
Dengan sejumlah perubahan kebijakan yang terjadi dalam dunia pendidikan, guru pendidikan dasar harus memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan yaitu memilki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 pasal 29 ayat 2 dan ayat 3.
Modernisasi sistem pendidikan terus dikembangkan bersamaan modernisasi guru. Menurut Yusuf (2007:41) bahwa sistem pendidikan tidak mungkin dimodernkan kalau sistem pengembangan dan pendidikan guru belum diperbaiki secara menyeluruh. Perbaikan yang menyeluruh ini perlu mendapat rangsangan dari hasil-hasil penelitian pendidikan, perlu diperkaya secara intelektual dan dibuat lebih menantang. Pengembangan karir bagi semua guru perlu ditangani secara baik dalam kaitan suatu sistem jenjang keahlian secara berkesinambungan dan terpadu. Pembaharuan seperti dikemukakan di atas perlu disertai usaha-usaha guna menarik anggota masyarakat yang paling berbobot untuk memasuki dunia pendidikan dan memperkuat usaha-usaha pengajaran. Untuk ini perlu diselenggarakan suatu sistem penggajian yang lebih layak untuk para guru dan petugas kependidikan lainnya.
Walaupun demikian, bersamaan modernisasi sistem pendidikan dan modernisasi guru yang dikembangkan pemerintah tersebut makin diberi makna sebagai modernisasi sistem pendidikan dan pengembangan guru sekuler, seperti proses kapitalisasi, liberalisasi dan komersialisasi penyelenggaraan pendidikan guru oleh Lembaga Penghasil Tenaga Kependidikan (LPTK), latihan-latihan atau penataran yang dikomersialkan dan untuk hal-hal yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi dengan kerangka hukum reformasi pendidikan di Indonesia, yaitu: UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta 2 PP dan 4 RPP turunannya, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen beserta 2 RPP turunannya, dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menghendaki program pendidikan untuk menciptakan manusia yang seutuhnya. Dengan kata lain pendidikan pada akhirnya hanyalah menjadi sekrup kecil dari roda-roda kapitalisme, liberalisme dan komersialisme. Seakan persepsi yang ditanamkan oleh guru pada peserta didik, dunia pendidikan, dan bahkan masyarakat luas adalah:”pendidikan untuk bekerja” atau ”pendidikan untuk mencari dunia”.
Deskripsi di atas terasa kontras dan menyedihkan dilihat dari perspektif pendidikan Islam, meski diakui begitulah realitas peradaban kontemporer. Dampak globalisasi melahirkan masyarakat sekuler yang sangat tergantung pada teknologi dan uang, banyak generasi bangsa terjangkiti frustasi kejiwaan dan ketidakjelasan intelektual.  Bersamaan dengan itu, ketika kualitas manusia Indonesia seutuhnya makin ditanyakan, terasa ada kebutuhan untuk menyajikan contoh sosok sistem pendidikan yang terbaik dan sosok guru profesional. Dalam konteks pendidikan Islam seluruh komponen pendidikan selalu intern dengan keIslaman, mencakup: pengelolaan dan pembiayaan, pendidik, peserta didik, materi, metode, sarana dan prasarana, evaluasi dan tujuan pendidikan. KeIslaman melandasi aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikannya. Secara skematis kerangka pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar. 3 Sistem Pendidikan Islam
Keseluruhan proses kependidikan berlandaskan prinsip tauhid, berpegang pada nilai al-Qur’an dan al-Hadits dan berorientasi pada duniawi dan ukhrawi. Pendidikan Islam menghendaki perubahan yang dapat menjembatani individu dengan masyarakat dan dengan Khalik (habl min Allah wa habl min al-Nas). Dengan kata lain pendidikan Islam menghendaki pendidik dan peserta didik yang berkepribadian muslim yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia dan akhirat yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4. Sosok Pribadi Muslim
Dari uraian di atas, dapat dimengerti bahwa pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar melalui proses kependidikan harus menampilkan sosok guru pendidikan dasar masa depan yang senantiasa mengembangkan diri menyesuaikan dengan perubahan. Dengan kata lain, di sinilah perlu tampil sosok pendidik pendidikan dasar Muslim sejati, yaitu mereka yang memahami esesnsi, karakteristik dan tujuan pendidikan dasar serta potensi dominan peserta didik pendidikan dasar, memahami tata nilai, dan mempunyai pengaruh kejiwaan yang kuat terhadap peserta didiknya maupun semua golongan usia di masyarakat. Sosok pendidik pendidikan dasar Muslim sejati diharapkan andilnya untuk mememiliki kemampuan serta kebiasaan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan, dalam rangka mempertahankan kinerjanya untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya.


H.    SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan kerangka hukum reformasi pendidikan di Indonesia, yaitu: UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta 2 PP dan 4 RPP turunannya, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen beserta 2 RPP turunannya, dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menghendaki program pendidikan untuk menciptakan manusia yang seutuhnya dan dilaksanakan dengan profesional dengan melibatkan guru di dalamnya sebagai desainer, developer, implementator sekaligus evaluator pendidikan. Dalam  konteks kerangka al-Quran al Karim dan al-Hadist terdapat relevansi dan persesuaiannya karena menghendaki pendidik untuk membentuk manusia yang berkepribadian muslim, yaitu manusia yang dapat mengemban tanggung jawab sebagai Abd/hamba Allah (Q.S. Al-Zhariat:56) dan khalifah fi al-Ardh/Pemakmur Bumi (Q. S. Al-Baqarah:30). Sosok guru pendidikan dasar masa depan yang ideal adalah sosok yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dan mengabdikan dirinya berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan karena tuntutan uang belaka yang membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah. Karena kemuliaan guru, berbagai gelar pun disandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan pendidikan, dan julukan yang lainnya. Dalam perspektif pendidikan Islam, guru adalah waritsat al-anbiya” mengemban misi “rahmat li al-‘alamin”, seluruh aspek kehidupannya adalah “uswatun khasanah”.
Olehkarana itu dalam pengembangan kompetensi guru pendidikan dasar mesti diperhatikan dan dikembangkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Diharapkan pada pembuat kebijakan pendidikan agar mengambil arah dan kebijakan dalam bidang pendidikan yang bernuansa memanusiakan, mendidik dan mendamaikan. Selain itu, pemerintah dan masyarakat secara makro wajib saling bahu membahu menciptakan kondisi yang  mengarahkan pada ketercapaian tujuan pendidikan.
Akan menjadi apa bangsa ini apabila gurunya tidak lagi bisa digugu dan ditiru. Guru memiliki andil yang besar dalam menjawabnya. Selamat berjuang para guru, ditanganmulah generasi penerus bangsa akan tercipta.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2007. Modul Teori dan Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Pustaka. 
Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jalal, Fasli. 2006. “Tantangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan”  Makalah disajikan Workshop Karya Ilmiah, Makassar, 01 Nopember 2006.
Joni, T. Raka. 2007. “Alur Pikir Penyelenggaraan S-1 PGSD”.  Disajikan dalam Acara Penajaman Alur Pikir Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Guru oleh  Kelompok Peduli Pendidikan Guru, Desember 2007.
Khobir, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam; Landasan, Teoritis, dan Praktis. Pekalongan: STAIN Press.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rosalina, Anita. 2008. “Profil dan Kualifikasi Guru”. Makalah disajikan dalam Perkuliahan Teori dan Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar di Program Studi Pendidikan Dasar SPS UPI, Bandung, Maret 2008.
Rusyan, A. Tabrani. 1993. Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar. Bandung: Bina Budhaya.
Saud, U. Syaefuddin dan Sumantri, M. 2007. "Pendidikan Dasar dan Menengah”. Dalam Ali, M.dkk. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogia Press
Sukma.  Peningkatan Kompetensi Guru dalam Ppembelajaran Tingkat Dasar._ Makalah disajikan dalam Perkuliahan Landasan filosofis di Program Short Course UPI, Bandung, 2007-2008
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wasliman, Iim. 2007. Modul Problematika Pendidikan Dasar. Bandung: Program Magister Pendidikan Dasar Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Yusuf, Syamsu. 2007. Modul Pedagogik Pendidikan Dasar. Bandung: Program Magister Pendidikan Dasar Sekolah Pasca Sarjana UPI.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...